My Coldest CEO

12| Truth For Reality



12| Truth For Reality

0Jadi, untuk yang bingung, aku akan ganti sebutan Ica dengan Azrell. Tapi untuk Felia, dia tetap memanggil Azrell sebagai Ica.     

//     

"Woah, rumah ini sudah sangat bersih. Apa kamu yang mengerjakannya sendirian?" tanya Azrell sambil memutar tubuhnya untuk menatap sekeliling rumah yang jika di ibaratkan dalam kartun sudah menampilkan sinar bintang kecil terang, pertanda benda yang sudah bersih.     

Sedangkan Felia? Dia yang tengah sibuk menenteng kain pel, langsung saja menghentikan langkahnya. Menatap wanita yang sudah ia anggap sebagai kakaknya, ya walaupun dari semua sudut di hidupnya sangat jauh sekali dengan Azrell.     

"Eh? Iya, Ca. Memangnya siapa lagi? Ada sih maid yang lain, tapi kan juga punya bagian sendiri-sendiri. Aku ngambil bagian yang paling berat supaya dapet gaji besar dari Tuan,"     

Tidak munafik, Felia mengatakan yang sebenarnya. Ada bagian untuk menguras kolam renang, merawat loteng rumah, membersihkan peralatan kebersihan, dan lain sebagainya. Tapi wanita ini malah mengambil bagian ngepel dan menyapu rumah sebesar ini, ah belum lagi mengelap debu-debu nakal di berbagai pajangan dan juga guci antik. Itu adalah hal yang paling menguras rasa sabar.     

"Kamu bisa minta saja sama aku, nanti aku transfer, mudah."     

"Itu namanya mengambil hak orang lain,"     

"Loh? Apanya yang mengambil hak orang lain? Jelas-jelas aku memberikannya secara percuma untuk kamu."     

"Tap--"     

"Kalau butuh, bilang. Kan sudah ku katakan berapa kali supaya kamu baik-baik saja, memangnya aku tidak tahu kejadian tadi siang?"     

Felia yang hendak kabur dari hadapan Azrell karena wanita tersebut sudah pasti akan memberikan dirinya sebuah kata-kata nasihat yang selalu dilontarkan pada dirinya jika ia tidak melakukan hal yang sesuai perintah Azrell. "Tunggu, kejadian apa memangnya?" Bukannya menjawab, ia malah balik bertanya seolah-olah tidak tahu menahu.     

Azrell memutar kedua bola matanya, Felia selalu saja menyembunyikan banyak hal dari dirinya. Wanita yang memang tidak pernah bisa bertukar perasaan, memang terlalu mudah menyembunyikan perasaan dengan sebuah senyuman. "Jangan berbohong,"     

"Tapi Ica, aku gak kenapa-napa."     

Ica, panggilan kesayangan dari Felia untuk Azrell. Wanita yang menolong dan memberikan pekerjaan untuk dirinya, sampai membuat ia merasakan utuhnya keluarga kembali. Namun rasa gengsi masih menguasai dirinya, ia terlalu tidak bisa menerima kebaikan orang lain yang terlampau baik untuk dirinya.     

"Bohong, kan? Siapa yang berani body shaming sama kamu? Katakan, akan aku buat sengsara hidupnya."     

"Jangan terlalu jahat, lagipula dia tidak main kasar dengan diri ku. Justru aku yang menendang tulang kering di kakinya itu,"     

Azrell melangkahkan kakinya ke arah Felia, lalu mengambil alih kain pel yang berada di genggaman wanita itu. Lalu berjalan ke arah sudut ruangan, biar nanti maid lain yang membereskannya. Ia kembali ke hadapan Felia, lalu menarik tangan wanita itu untuk duduk di sofa ruang bersantai.     

Setelah masing-masing bokong mereka sudah mendarat di tempat duduk yang sangat lembut itu, baru lah di situ Azrell menatap kedua manik mata Felia dengan tatapan serius. "Mau sampai kapan kamu di injak-injak, Felia? Kamu punya aku yang memiliki segalanya, tinggal bilang saja pada ku. Nanti kalau sanggup dan masih terjangkau, sudah pasti akan aku belikan." ucapnya dengan sorot nata yang menurun.     

Sudah beratus-ratus kali ia mendengar laporan dari sang Daddy kalau Feli sering kali di ejek tentang penampilannya. Ya memang sedikit ketinggalan jaman, namun apa salahnya menjadi diri sendiri?     

Yang salah itu, bukan salah atau tidaknya tapi mulut orang-orang selalu berhasil mematahkan sesuatu yang sudah tumbuh menjadi semangat menjadi hancur lebur dengan pertahanan yang kian menebal daripada sebelumnya.     

"Sampai kapan apanya? Aku tidak melakukan yang buruk, mengenai mereka yang tidak suka pada ku ya itu urusan mereka dengan Tuhan."     

"Tolong berubah demi aku..."     

"Berubah gimana sih, Ca? Make up? Dress? High heels? Perhiasan? Tas dan segala barang branded? Tidak cocok untuk diri ku. Memakai kaos dan hotpants adalah pilihan yang bagus,"     

"Tapi lihat pandangan mereka--"     

"Aku tidak pernah peduli seberapa orang menganggap penampilan ku buruk, selagi aku tidak merugikan siapapun, itu sudah cukup bagi ku."     

Baru kali ini Felia memotong pembicaraan Azrell saat mereka serius. Biasanya, ia akan mendengarkan dengan baik segala saran dan penuturan walaupun hanya bermodal menganggukkan kepala atau bahkan berdehem singkat. Tapi tidak untuk kali ini.     

"Coba bayangin kalau gak ada Daddy Sam, gimana nasib kamu yang di rendahin laki-laki bejat itu?"     

Bergeming, iya Felia bergeming. Ada benarnya juga dengan apa yang dikatakan oleh Azrell, ah tapi ia menyukai fashion simple --yang tapi membuat banyak orang menganggap dirinya sangat hina karena penampilannya seperti tidak terawat--.     

Azrell menatap Felia dengan sorot mata yang lekat, ia menunggu keputusan selanjutnya dari wanita yang berada di sebelahnya ini. Sudah berkali-kali ia membelikan barang branded untuk Felia, entah itu pakaian, alas kaki, atau bahkan aksesoris lainnya. Tapi coba tebak apa yang di lakukan wanita itu? Menaruh semua barang branded di dalam lemarinya dan di letakkan begitu saja.     

"Jadi, gimana? Aku lihat-lihat juga kamu belum memiliki kekasih, siapa tahu dengan perubahan kamu akan membuat banyak orang pangling. Dan orang-orang juga harus tau kalau kamu itu adalah bagian dari keluarga Wallie."     

"Ah sudah bilang tidak perlu berlebihan, Azrell. Aku hanya maid di rumah mu, bagaimana kalau suatu saat nanti aku mengecewakan diri mu?"     

"Urusan kecewa itu adalah hal yang wajar, Felia."     

"Tapi maaf dan kesempatan selanjutnya sangat sulit untuk di raih kalau mengecewakan orang lain, sekalipun ada pasti tidak akan sama seperti sebelumnya."     

Azrell menatap wajah Felia yang benar-benar terlihat sangat lugu, sorot mata selalu teduh itu membuat dirinya menepis kesan buruk yang akan terjadi di kemudian hari. "Masa? Aku tidak percaya dengan ramalan seorang Felia," ucapnya sambil terkekeh geli. Ia beranjak dari duduknya lalu menurunkan pandangan, melihat ke arah Felia yang masih duduk manis di atas sofa. "Diam di sini, jangan kemana-mana." sambungnya sambil membenarkan letak tas jinjing yang tadi merosot di tangannya.     

Felia menaikkan sebelah alisnya, lalu ikut beranjak namun gagal karena Azrell menahan tubuhnya untuk kembali duduk. "Ish apa sih, Ca?" tanyanya yang keheranan. Ia kan ingin bersih-bersih tubuh di kamar mandi minimalisnya lalu waktunya menonton film Hollywood di layar televisi yang di belikan Sam untuk dirinya.     

"Tunggu sini, kamu tuh kalau di bilangin susah banget ya."     

"Ya lagian aku kan mau mandi, mumpung pekerjaan ku sudah selesai semuanya nih lebih awal jadi aku bisa meluangkan waktu menonton film di televisi."     

"Yasudah sebentar saja, aku butuh waktu sepuluh menit, gimana?"     

Coba tebak apa yang ingin di rencanakan oleh Azrell untuk Felia, lihat saja nanti.     

Azrell mengerjapkan matanya berkali-kali, berusaha untuk meyakinkan wanita tersebut dengan raut wajah yang sepertinya terlihat menjijikkan. "Gimana? Diam doang ih gak asik," ucapnya yang kemudian menurunkan senyuman lalu mulai mengerucutkan bibirnya.     

Felia mengembuskan napas, "Baiklah." ucapnya yang mengambil jalan cepat supaya tidak menjadi topik pembicaraan panjang dan juga merepotkan.     

Azrell berseru dengan semangat meninju udara. "YEAY, KALAU BEGITU, WAIT A MINUTE BABY!" pekiknya sambil melambaikan tangannya dan mulai berjalan untuk menaiki anak tangga menuju ke lantai dua rumah lamanya.     

Ia menghampiri sebuah pintu coklat dengan tulisan 'My Family My Home'. Memutar knop pintunya, lalu mulai membuka pintu tersebut. Menampilkan sebuah ruangan yang dulunya manjadi kamar favoritnya.     

Kenapa Azrell tiba-tiba ingin kesini yang padahal sebelumnya menolak ajakan Nayya? Ya selain dirinya tadi ingin jalan dengan Leo, alasan lainnya adalah ternyata Nayya dan Sam ingin pergi makan malm romantis dan tidak tega meninggalkan Felia sendirian di rumah semegah ini.     

Dan tentu saja kalau menyangkut Felia, ia tidak akan pernah menolaknya.     

Menutup kembali pintu kamarnya, membuka high heels yang menjadi alas kaki lalu meletakkan tas jinjingnya di atas nakas. Ia menarik sebuah senyuman, lalu berjalan ke arah kamar mandi.     

Satu yang ia tahu dari seorang Felia, wanita itu sangat ingin berendam di bathtub dengan wewangian yang menenangkan. Jadi, dalam waktu kurang dari sepuluh menit ia akan menyiapkan semuanya untuk itu.     

Ia berjalan ke arah bathtub, memilih bath boom sebagai aroma yang menurutnya paling menenangkan. Lalu mengambil sebuah aroma terapi, oh jangan lupakan backsound yang menambah kesan tenang. Tahu persis bagaimana pekerjaan Felia yang melelahkan, ya ibaratnya saja kalau wanita itu tidak ingin menerima hadiah mahal dari dirinya, mungkin ini adalah hal yang paling tepat untuk menyenangkan hati Felia.     

"Semoga Felia senang, wanita bebal yang tidak ingin menerima bantuan instan dari orang lain."     

Sebenarnya bagus sih sifat Felia yang seperti itu, tapi kan kalau di tawarkan sesuatu pada orang lain, ya alangkah baiknya di terima dengan lapang dada. Anggap saja sebagai hadiah perantara dari Tuhan, jadi kan tidak perlu merasa tidak enak.     

Menyalakan lampu dengan warna kuning supaya cahayanya tidak terlalu silau di kedua manik mata.     

Sepertinya sudah selesai, ya walaupun hanya alakadarnya tapi semoga saja bisa menyenangkan hati Felia. Ia buru-buru keluar kamar mandi, lalu beralih keluar dari kamarnya. Berdiri pada pembatas lantai lalu menengok ke lantai dasar, melihat Felia yang masih menunggu dirinya kembali.     

"FE, CEPAT KE ATAS!"     

Ia melihat Felia yang mendongakkan kepalanya sambil menaikkan sebelah alisnya. "Untuk apa?"     

Banyak tanya adalah sifat merepotkan yang di miliki Felia. Dan kini, Azrell memutar kedua bola matanya dengan jelas. "CEPAT ATAU NANTI AKU SURUH DADDY UNTUK MENGGUSUR RUMAH MU DI HALAMAN BELAKANG?"     

Melihat Felia yang dengan segera melangkahkan kaki menaiki anak tangga, menuju ke arahnya. Sebuah senyuman geli tercetak. Ia paling bisa mengancam wanita itu, ah padahal di kasih fasilitas yang sempurna namun kerendahan hati masih tetap berada di tubuhnya.     

"Apa sih?" tanya Felia.     

Tanpa banyak berbasa-basi lagi, Azrell langsung saja menarik tangan Felia supaya mereka langsung saja masuk ke dalam kamar.     

"Eh? Ngapain?"     

"Ih banyak tanya deh, tutup mata ya."     

Karena Felia yang tidak kunjung menutup mata, sesuai inisiatif Azrell sendiri, ia langsung saja menutupi mata wanita tersebut dengan kedua telapak tangannya.     

"Ikutin langkah aku ya, Fe."     

"Iya ini daritadi aku ikutin,"     

Senyuman Azrell mengembang sempurna, lalu saat mereka sudah sampai di tengah-tengah kamar mandi, ia langsung saja memulai hitungannya untuk membuka kedua mata Felia.     

"Mulai hitungan ya, Fe."     

"Aku bukan anak sekolah dasar lagi, Ca."     

Menghiraukan ucapan Felia,     

"Satu     

Dua     

Tiga     

Empat     

Lima..."     

"SURPRISE!!"     

Kedua mata Felia membelalak sempurna, ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. "Ca?..." ucapannya bahkan menggantung, ia kehilangan kata-kata karena sangat terharu.     

"Punya ku, untuk mu juga."     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.